Limbah PETI ganggu Puskesmas. Foto Anton Sutatian
Landak, Aruemonitor – Beberapa bulan lalu, Puskesmas Simpang Tiga, Kecamatan Banyuke Hulu, Kabupaten Landak masih nampak bersih dan rapi. Pengunjung yang datang senang menghabiskan waktu di ruang tunggu sebelum namanya dipanggil untuk mendapat pelayanan.
Kini sudah beda sama sekali. Sejak beberapa hari terakhir lumpur dari limbah pertambangan/dompeng telah mengotori halaman dan ruang bangunan. Saluran irigasi yang ada di dekatnya terlihat dangkal dan gorong-gorong hampir tersumbat, air keruh. Ketika hujan turun, air cepat meluap membanjiri daerah rendah sekitarnya.
“Di bulan Juni ini sudah tiga kali kita bersihkan ruang Puskesmas yang kotor akibat lumpur dompeng,” ungkap Alexius Angal, Kepala Puskesmas Simpang Tiga, Selasa, 11/6/2013.
Menurut dia, ini adalah kejadian yang keempat kalinya. Dibandingkan sebelumnya, limbah itu lebih parah. Pegawai dan pasien yang ingin berobat harus memarkir kendaraan di luar pagar puskesmas atau menitipkannya di halaman rumah warga. , akibat tebalnya lumpur. Rasa nyaman pasien juga menjadi terganggu. Namun pihaknya tetap memberikan pelayanan maksimal.
“Saya akan tutup puskesmas ini dengan waktu yang tidak ditentukan. Tetapi kita tetap akan memaksimalkan pelayanan di puskesmas pembantu yang ada di desa-desa,” tambahnya.
Komplek fasilitas kesehatan masyarakat itu menjadi lebih kotor karena kawanan hewan ternak seperti babi juga kerap berkeliaran. Persoalan tersebut sudah disampaikannya kepada pihak pemerintah Kecamatan agar segera mengambil tindakan. Namun tanggapan tidak seperti yang diharapkan.
Tidak hanya mengotori seluruh ruangan Puskesmas, limbah tersebut juga telah mencemari sumur warga dan mengancam area persawahan yang berada dihilir irigasi.
“Air sumur yang biasa saya pakai buat masak, mandi dan sebagainya sekarang sudah tercemar. Jangankan buat masak, buat mandi sudah tidak bisa,” ungkap Ola salah seorang warga yang tinggal di dekat Puskesmas saat dijumpai di rumahnya.
Sungguh ironi, dia beserta warga lain harus mandi dan mengambil air untuk keperluan di sungai yang sudah masuk ke wilayah Kabupaten Bengkayang, sekitar dua kilometer dari perbatasan Kabupaten Landak.
“Kalau hujan tengah malam, saya mau menangis pindahkan air pada bak penampungan dengan menggunakan ember. Kalau tidak begitu tidak akan ada air,” tambahnya.
Ditempat terpisah, Geri salah seorang penambang menyadari kegiatan yang dilakukannya telah membuat resah warga, dan telah mencemari lingkungan.
“Saya sadar betul telah membuat resah. Makanya saya siap menghentikan aktivas penambangan dalam beberapa hari kedepan. Dan akan mengajak teman-teman untuk kerja gotong royong membersihkan saluran air yang tersumbat. Mudah-mudahan mereka mau,” katanya berharap.
Sebelumnya juga, Aferakamsul, Kepala Desa Untang, telah menghimbau warga yang melakukan penambangan, agar segera menghentikan aktivitasnya. Karena dinilai dampaknya sudah benar terlihat dan dirasakan.
Beberapa tahun terakhir, pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Banyuke Hulu selalu menjadi sorotan warga. Terutama mereka yang tinggal di hilir bentaran sungai menyuke, yang sudah tidak bisa lagi memanfaatkan air untuk keperluan mandi dan lain sebagainya.
Tidak hanya mencemari lingkungan. Kegiatan ilegal tersebut mengancam ruas jalan penghubung Kecamatan Menyuke dengan Banyuke Hulu. (Antonius Sutatian)